Optimalisasi Potensi Indonesia di Sektor Manufaktur

 


Akselerasi revolusi industri 4.0 yang dicanangkan melalui Peta Jalan Making Indonesia 4.0 terus berjalan. Sektor manufaktur didorong bertransformasi menggunakan teknologi digital di seluruh rantai nilai industrinya. 

“Perkembangan teknologi adalah keniscayaan dan pasti akan terjadi. Negara-negara yang menerapkan industri 4.0 meyakini pentingnya dukungan kebijakan pemerintah yang holistik sebagai pilar penting keberhasilan implementasi kebijakan ekonomi digital,” kata Andi Rizaldi di Jakarta, Minggu (3/7).

Ia menyampaikan, pemerintah telah menetapkan inisiatif Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah peta jalan yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi, dengan aspirasi besar membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi dunia di tahun 2030. 

Dalam Making Indonesia 4.0, Kemenperin telah menetapkan tujuh sektor priotas yakni makanan dan minuman, otomotif, kimia, tekstil dan produk tekstil, elektronika dan alat kesehatan. Ketujuh sektor ini dipilih karena dapat memberikan kontribusi sebesar 70 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur, 65 persen ekspor manufaktur, dan 60 persen pekerja industri.


Insentif Potongan Harga Mesin untuk Industri Tekstil

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan berbagai langkah strategis untuk meningkatkan kinerja  industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar lebih produktif dan berdaya saing, salah satunya melalui pemberian insentif potongan harga mesin. Program ini sekaligus menjadi bagian dari implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 yang menjadikan sektor TPT sebagai salah satu prioritas.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan, pemberian insentif ini merupakan stimulus bagi perusahaan supaya menggunakan mesin dan peralatan yang lebih modern, efisien, hemat energi, serta lebih ramah lingkungan.

"Sampai saat ini, terdapat 10 perusahaan yang telah disetujui untuk memanfaatkan program ini melalui Perjanjian Pemberian Penggantian Potongan Harga (P4H),” ujar dia dalam siaran pers di situs Kemenperin, Jumat (1/7).

Pada tahun 2022, anggaran Kemenperin untuk pemberian insentif potongan harga mesin adalah sebesar Rp 5 miliar. Hingga 27 Juni 2022, Kemenperin telah menyetujui potongan bagi 10 perusahaan yang telah menstimulus investasi mesin barudari industri sebesar Rp 53,9 miliar. Total potongan harga yang diberikan sebesar Rp 3,07 miliar, sehingga masih tersisa anggaran sebesar Rp 1,93 miliar yang rencananya akan direalisasikan pada Juli 2022.

Terdapat 10 perusahaan penerima program ini yang sebelumnya telah dilakukan verifikasi dokumen dan legalitas oleh Lembaga Pengelola Operasional Program (LPOP), verifikasi kelayakan usaha, kewajaran harga mesin/peralatan, kewajaran kronologi dokumen pembelian dan pembayaran, serta verifikasi lapangan oleh Lembaga Penilai Independen (LPI). Kemudian, dilakukan juga pembahasan dalam rapat tim teknis (RTT) I dan II yang dihadiri anggota tim teknis dari berbagai Kementerian/Lembaga, Dinas Perindustrian Daerah, perwakilan asosiasi, dan para tenaga ahli di bidang tekstil.

Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut, semua perusahaan yang disetujui untuk menjadi peserta program restrukturisasi akan mendapatkan penggantian potongan harga pembelian mesin/peralatan, serta dilakukan penandatangan Perjanjian Pemberian Penggantian Potongan Harga (P4H).

“Diharapkan 10 perusahaan yang mengikuti P4H dapat terus memanfaatkan mesin/peralatan yang telah diinvestasikan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas produk dalam rangka kemajuan perusahan dan industri tekstil,” jelas Elis.  

Fokus pelaksanaan program pada Tahun 2022 dilakukan pada industri penyempurnaan kain dan industri pencetakan kain, serta pada mesin atau peralatan dengan teknologi 4.0 seperti artificial intelligence, internet of things, augmented reality/virtual reality, advanced robotics, 3D printing, dan machine to machine communication.

Upaya tersebut terbukti memberikan dampak positif terhadap kinerja industri dengan penambahan investasi mesin peralatan sebesar Rp 13,82 triliun sekaligus memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi peningkatan kapasitas produksi pada industri TPT sebesar 21,75%, peningkatan realisasi produksi 21,22%, efisiensi energi sebesar 11,86%, peningkatan volume penjualan dalam negeri dan ekspor sebesar 6,65%, dan penambahan jumlah tenaga kerja sebanyak 28.295 orang.

“Program ini juga dilakukan dengan berpedoman pada UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), dan Kebijakan Industri Nasional (KIN) sebagai stimulus dari Pemerintah untuk mendorong industri mengimplementasikan Industri 4.0 sekaligus memperkuat struktur industri TPT,”  pungkas Elis.


0 Response to "Optimalisasi Potensi Indonesia di Sektor Manufaktur"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel