Sistem Pengawasan Terintegrasi, Modal Indonesia Hadapi Krisis Kesehatan

 


MEDIA INDONESIA - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan sistem surveilans terintegrasi merupakan modal suatu negara dalam menghadapi krisis kesehatan masyarakat.


“Sangat penting bahwa setiap negara harus memiliki surveilans untuk mendeteksi, mencegah dan merespons secara cepat terhadap masalah kesehatan masyarakat,” ujar Menkes Budi secara virtual pada pembukaan Workshop Internasional tentang Penyakit Emerging yang diikuti dari Youtube RSPI di Jakarta, Selasa.


Surveilans yang terintegrasi, lanjut Menkes Budi, mampu untuk mendeteksi, mencegah dan merespons secara cepat penularan COVID-19.


Ada sejumlah strategi untuk memiliki sistem surveilans yang terintegrasi, di antaranya melalui kemampuan genome sequencing dengan kolaborasi dan komunikasi lintas negara.


Dikatakan Budi lokakarya kali ini dapat memberikan contoh bagaimana komunikasi dan kerja sama terkait surveilans harus terjalin.


“Perlu bekerja sama untuk menunjukkan ini kepada publik global. Kami tidak bisa melakukan ini sendirian, butuh bersama, tidak bisa eksklusif. Kami tidak dapat melakukan ini sebagai program sebuah negara tertentu tetapi melibatkan setiap orang di setiap negara,” katanya.


Langkah selanjutnya adalah perlunya investasi kepada para profesional kesehatan.


Menurut Budi kualitas tenaga kesehatan sangat penting, terutama mengelola penyakit menular yang muncul di lokasi dengan sumber daya yang sangat terbatas.


Untuk itu dibutuhkan kerja sama yang baik, sehingga berbagai sumber daya yang tersedia di seluruh dunia dapat diaktifkan.


Program "Masilambi" untuk Turunkan Stunting di Sulbar


Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) mencanangkan program "Masilambi" untuk menurunkan angka penurunan stunting di Provinsi Sulbar.


"Program Masilambi merupakan upaya terobosan yang terstruktur, sistematis dan massif untuk menekan angka stunting di Sulbar," kata Kepala Dinkes Sulbar, Asran Masdi, di Mamuju, Minggu.


Ia mengatakan, program tersebut dilaksanakan melalui pemberdayaan dan kolaborasi berbagai multi sektor di masyarakat yang memiliki potensi peran dalam penurunan dan pencegahan stunting baru.


Menurut dia, program penanganan stunting di Sulbar harus melibatkan semua pihak di masyarakat karena tidak bisa dilaksanakan pemerintah sendiri.


Ia menyampaikan pemerintah di Sulbar terus berupaya menggalakkan sejumlah program kesehatan untuk melakukan intervensi menurunkan angka prevalensi stunting di Sulbar.


Dinkes Sulbar juga melaksanakan pelayanan kesehatan gizi ibu dan anak berkelanjutan melalui penyelamatan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) untuk menurunkan angka stunting.


Menurut dia, 1000 HPK adalah fase kehidupan, yang dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan mencapai 270 hari, sampai dengan anak berusia dua tahun atau selama 730 hari.


"Pada periode 1000 HPK, organ-organ vital seperti otak, hati, jantung, ginjal, tulang, tangan atau lengan, kaki dan organ tubuh lainnya mulai terbentuk dan terus berkembang," katanya.


Oleh karena itu, peningkatan pelayanan kesehatan gizi ibu dan anak, melalui penyelamatan 1000 HPK sangat penting dilaksanakan, agar tidak terjadi masalah gizi kronis.


0 Response to "Sistem Pengawasan Terintegrasi, Modal Indonesia Hadapi Krisis Kesehatan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel