Pertamina Klaim Lakukan Penghematan Hingga Rp 32 Triliun

  


PT Pertamina (Persero) mengklaim telah melakukan serangkaian upaya efisiensi dan mengoptimalkan biaya, cara terbaik untuk dapat mengubah tantangan menjadi prestasi. 

Menjawab ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pertamina menyebut telah melakukan torehan efisiensi atau penghematan biaya operasional Pertamina di tahun kedua pandemi Covid-19. 

Pj. Vice President Corporate Communication Pertamina Heppy Wulansari, mengatakan pada 2021 Pertamina memperoleh pendapatan hingga US$2,2 miliar atau setara dengan Rp32 triliun. 

"Triliunan efisiensi tersebut diperoleh dari program penghematan biaya (cost saving) sebesar Rp 20 triliun, penghindaran biaya (cost avoidance) sebesar Rp 5 triliun serta tambahan pendapatan (revenue growth) sekitar Rp 7 triliun," ujar Heppy saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (24/6/2022).

Heppy mengatakan, capaian tersebut diraih dengan berbagai inovasi, terobosan dan cara tak biasa ditempuhkan untuk menyiasati beratnya tantangan bisnis di tengah lonjakkan harga minyak mentah dunia akibat disrupsi rantai pasok dan kondisi pandemi yang masih berlangsung. 

Menurutnya, tantangan semakin berat di tahun 2022 dengan adanya dinamika geopolitik yang dipicu konflik Ukraina-Rusia yang mengakibat kenaikan ICP di atas US$ 100 per barel.

“Dengan efisiensi, kami bisa bertahan di tengah dinamika global yang unpredictable dan mempersembahkan laba bersih Rp 29,3 triliun di tahun 2021,” ujarnya.

Sementara itu, di sektor hulu yang menerima windfall profit dari tingginya harga Indonesia Crude Price (ICP), Pertamina mampu melakukan optimasi biaya produksi dan layanan melalui serangkaian terobosan mulai dari budget tolerance profile, optimasi intervensi sumur, hingga penghematan konsumsi chemical dan penggunaan bahan bakar. 

"Jurus ini berbuah penghematan Rp 6,2 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target Rp 5,6 triliun," ungkapnya.

Lanjutnya, pada proses pengadaan minyak mentah dan produk, Pertamina menerapkan optimasi biaya pengadaan Medium Crude melalui aktivitas blending Heavy & Light Crude, renegosiasi alpha, advance procurement, pembelian distress cargo, co-load delivery, dan extensive delivery date range, dan optimasi portofolio impor LPG (Multisource, Direct Sourcing dan Trading Swap) dengan berhasil menekan biaya hingga Rp 2,8 triliun.

Sedangkan untuk sektor pengangkutan dan distribusi energi, optimasi biaya juga menuai ganjaran positif sebesar Rp 4,1 triliun dengan trik, antara lain perubahan pola suplai crude dan produk, perubahan rute dan jenis kapal, optimasi bunker, optimasi pola supply logistic serta optimasi biaya distribusi, handling dan storage dan renegosiasi tarif alur pelayaran, renegosiasi tanker charter rate, dan lain-lain.

Kemudian pada belanja pengadaan dan perawatan non-hydro, perseroan mampu membukukan penghematan biaya sebesar Rp 3,4 triliun dengan metode sentralisasi pengadaan, renegosiasi kontrak jangka panjang, dan penurunan konsumsi barang dan jasa.

"Lainnya, juga dilakukan penyempurnaan program pemeliharaan melalui peningkatan TKDN dan reprioritasi aktivitas pemeliharaan peralatan kilang, preventive maintenance mobil tanki dan prioritasi tank cleaning serta penyempurnaan program Docking Panel dan pengurangan durasi pelaksanaan docking," ujar Heppy.

Heppy melanjutkan, gerakan optimalisasi biaya juga masif untuk pengeluaran keuangan, umum dan administrasi. Sektor pendukung ini juga berkreasi dengan penghematan Rp 2,5 triliun, lebih tinggi dari target yang ditetapkan yakni sebesar Rp 2,3 triliun.

Capaian ini diraih dari jurus optimasi beban pajak dan bunga dan optimasi biaya administrasi dan umum, di antaranya pemanfaatan media online untuk optimasi biaya travel dan training pekerja, pembatasan penggunaan jasa konsultan, relokasi gedung perkantoran dengan tarif sewa yang lebih murah serta reprioritas kegiatan promosi, seremonial dan sponsorship.

“Dengan menghemat energi dan bahan bakar kilang untuk penggunaan sendiri serta optimasi penggunaan listrik, anggaran Rp 403 miliar dapat diefisienkan,” jelasnya.

Selain, berhemat biaya untuk mencetak efisiensi signifikan, Pertamina juga melakukan penghindaran biaya hingga Rp 5,1 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target yang dipatok sebesar Rp 4,6 triliun.

Untuk mendukung upaya penghematan, Pertamina juga mampu menghasilkan tambahan pendapatan sebesar Rp 7,1 triliun atau mencapai 107 persen dari target 2021 sebesar Rp 6,6 triliun.

Program cost optimization merupakan program berkelanjutan. Realisasi program cost efficiency di tahun 2020 sebesar Rp 12,6 triliun, sedangkan realisasi cost optimization sampai April 2022 sebesar Rp 2,9 triliun.

 

0 Response to "Pertamina Klaim Lakukan Penghematan Hingga Rp 32 Triliun"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel